#CERPEN4 Sebuah Pilihan (2011)

by - 10:36 AM

              Sepenggal kisah dalam hidupku, ketika diriku terjebak dalam eloknya perjalanan hidup yang bersifat pemilih. Ini ceritanya..
                Gersangnya siang tak kuasa membuat sebuah gedung sekolah yang tepat berada di Ibukota Negara Indonesia sepi. Alunan hijau nan gugurnya musim semi terasa saat daun kering bertebaran dimana pun. Gedung yang berada di Jalan W.R Supratman itu tetap terasa rindang walau musim kian berganti. Itulah sekolahku, SMA Renandyata.
                Perkenalkan namaku Revannia Nadifa Fitriani, panggil saja Rere. Kini aku duduk di bangku sekolah menengah atas Renandyata, Jakarta Selatan. Hobiku adalah menulis, dan sepertinya tak penting untuk kalian ketahui namun penting untukku ketahui karena aku baru mengetahui sejak terperosok dalam dunia yang tak tentu arah, berlari ke Timur maupun Barat, mengejar harapan indah dan ternyata hobiku adalah menulis.
                Singkat cerita, kini aku tinggal bersama kedua orangtua dan adikku di sebuah apartemen yang tepat berada di depan gedung sekolahku. Dan kemana pun aku pergi mereka selalu ada didekatku, baik ketika gundah sedih maupun senang. Satu hal lagi yang belum ku ceritakan, aku memiliki sahabat yang luar biasa bagi hidupku. Sahabat yang selalu membuatku tenang ketika permasalahan datang menghampirriku dan sahabat yang selalu percaya bahwa kehidupan tak pernah sesempit yang ia bayangkan. Dia bernama Alia.
                Bagiku sekolah merupakan tempat dimana aku dapat menuntut ilmu, tempat dimana aku memiliki banyak teman dan tempat dimana aku dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Lingkungan sekitarku tak membuatku salah tangkap dalam mengambil suatu keputusan. Namun ternyata, kejanggalan kini kian terungkap ketika sahabatku tertarik dengan sesosok pria yang sesungguhnya aku cintai.
                Ceritanya dimulai ketika aku dan sahabatku memasuki dunia SMA. Dunia dimana kehidupan akan lebih terasa dan tercipta kehangatannya. Masa Orientasi Siswa atau lebih dikenal dengan sebutan MOS adalah masa pertama memasuki dunia SMA. Disitulah tepatnya ketika aku menemukan alasan bahwa sampai saat ini aku semangat datang ke sekolah. Alasan konyol yang pernah ku buat sangat lekat dalam jiwaku, bahkan semakin hari aku semakin terus bertanya apa ini yang disebut cinta?
                Seperti yang kurasa, tak ada cerita yang akan kuceritakan baik pada Alia maupun pada tinta yang kutulis selain tentangnya. Aku tak pernah bertanya pada Alia, namun sering ku bertanya dalam hatiku apa benar semua ini nyata ataukah hanya imajinasiku?
                “Imajinasi yang berlebihan”seruku sejenak.
                “Apa re?” jawab Alia seraya tak mendengar jelas ucapanku. Degup jantungku semakin tak mengerti seberapa byte kecepatan yang terjadi saat ini. Cepat dan semakin cepat ketika Alia terus bertanya apa yang ku bicarakan tadi.
                “Ah, tidak. Lamunanmu saja!” celahku meyakinkan Alia bahwa tak ada apapun yang kusebut sedari tadi.
                Raja. Itulah nama yang sedari tadi kuceritakan. Dia kakak kelasku. Aku pun sesungguhnya tak pernah mengerti mengenai faktor apakah yang membuatku jatuh cinta padanya. Meyakini Alia ternyata cukup mudah, dengan beberapa alasan pun dia percaya padaku. Namun kebohongan ini rasanya tak kuat aku simpan. Aku ingin membuangnya agar semua orang mengetahui dan mengerti apa yang aku rasakan.
                Dinginnya sikap Raja padaku membuatku semakin tak mengerti. Mengapa hanya padaku dia bersikap seperti itu? Apakah ini hanya alasanku saja untuk menyalahkannya bahwa imajinasiku yang berlebihan?
                Sepuluh bulan berlalu, hingga Ujian Nasional akan tiba untuk Raja. Dan selama sepuluh bulan inilah sedikit katapun tak pernah kumenceritakan Raja pada sahabatku, Alia. Entah beribu alasan yang membuatku bungkam, namun sebenarnya hatiku masih memilihnya.
                Akhirnya degup jantungku merasa damai ketika ku mendengar Alia menyukai seorang pria dan pria itu pun menyukai Alia. Seiring jalannya hari, ternyata mereka semakin dekat namun Alia tak pernah mau memberitahuku siapa sesosok pria itu. Alia terus bercerita padaku mengenainya, sikapnya, kebaikan hatinya, dan tulus cintanya. Aku merasa senang mendengarnya.
                Namun suatu hari, tepat dihari ulangtahunku dia memberitahuku dan membawa sesosok pria yang menjadi teman dekatnya pun langsung menemuiku. Saat itu pula, jantungku serasa terhenti sejenak. Aku seperti patung yang hanya memandangi dua sejoli yang sedang dimabuk asmara. Ketika itu gelas yang tepat berada dalam lengkupan jemari-jemariku terlepas dari genggamanku.
                “Rere.... Bangun!!!”
                Sekejap ku melihat orang-orang sedang berlari ke arahku. Hingga ku melihat bayangan hitam mengecam seluruh permukaan penglihatanku.
                Kini umurku menginjak tujuh belas tahun, namun tepat dihari ulangtahunku aku bungkam dengan semua kenyataan hidup. Aku tak mau melihat semua kenyataan yang terjadi. Aku mencintai dia, namun tak sedikitpun dia mencintaiku. Lalu yang ku dapat hanyalah seuntai senyuman kedua sejoli yang tak melihat betapa hatiku teriris sakit melihatnya.
                Setelah sadar, kini sepatah kata pun tak ku ucapkan pada Alia maupun Raja. Aku benci mereka dengan semua yang mereka lakukan. Yang ku harapkan saat ini bukan kehancuran hubungan yang ada, namun kenyataan bahwa diriku mencintai Raja itu hilang.
                Sehari, satu minggu, bahkan satu bulan berlalu dan hari perpisahan pun tiba. Berita yang kudengar hanya Raja telah lulus dan akan tetap melanjutkan sekolahnya di Jakarta. Meski hatiku perih, namun apa daya aku senang mendengarnya. Senang mendengar kenyataan bahwa Raja tak akan pergi jauh meninggalkanku. Kenyataan tetap tak menoleh, Alia menyadari semua kesalahannya. Pemintaan maaf yang terus dia sampaikan membuatku kasihan padanya.
                Kini aku pun memaafkan mereka, entah apa yang ada dalam benakku. Aku tak pernah mengerti. Namun sayang semua kenyataan memang sebuah pilihan, antara pilihan bahwa aku tetap mencintai Raja menunggu Raja menantinya ataukah melupakan Raja meninggalkan Raja dan pergi jauh dari angan-angan tertinggal. Alia memberiku jawaban pasti bahwa ku harus mencintainya.
                Ternyata semua adalah kesalahan paham yang seharusnya tak dilakukan oleh Raja. Dia mencintaiku, namun dia mendekati sahabatku (Alia). Dia takut menghampiriku, namun dia dapat berkata jujur pada Alia bahwa sesungguhnya Raja mencintaiku dengan segala kekuranganku.

                Dan sesungguhnya kehidupan adalah perjalanan hidup yang harus dipilih dan memilih. Antara Ya atau Tidak.

You May Also Like

0 Comments