#CERPEN1 BELENGGU (2012)

by - 10:17 AM

             Matahari menghantarkan energinya dalam jutaan kegundahan. Dalam canda dan tawa memainkan rerumputan nan hijau memukau. Menelusuri rangkaian urat nadi yang menggetarkan lara. Membasmi parasit yang menghantam bumi pertiwi. Dalam sebuah gedung sekolah, ku berbaring menatap langit-langit. Terlihat biru namun bukan gambaran tiga dimensi selayaknya nyata. Seperti bahasan nyata, diperbesar lalu terbalik pembelajaran fisika yang baru ku pelajari.
            Petikan gitar membawa keselarasan untuk menyambut datangnya hujan. Bernyanyi layaknya sang diva sekolah. Berteriak sesuka layaknya tarzan kota. Dan bercanda gurau menghapus kegundahan dalam detik kujalani. Sekolah merupakan tempat tinggalku yang kedua, dimana aku dapat merasakan kegembiraan, kesedihan dan perjuangan untuk mendapatkan sebuah ilmu.
            Bertubuh tinggi, mudah bergaul dan pandai bernyanyi. Itulah julukan bagiku. Kenanga Dewi Anugrah.
            “Happy Birhtday Nana. Happy Birthday Nana. Happy Birthday Happy Birthday Happy Birthday Nana...”
            Nana, begitulah mereka memanggilku.
            “Make a wish nya jangan lupa Na” Cheryl memberikan kue ulangtahunnya.
            Tanpa ku mengucap kata pun, mereka telah mengerti apa mauku. Oleh karena itulah kupanggil mereka sahabat. Beribu rasa terimakasih dalam usia enambelas tahunku ini, aku memiliki teman-teman yang menyayangiku, keluarga yang selalu disampingku dan terutama atas segala Anugerah dari-Mu.
            Malamnya ketika kebahagiaan terasa sangat jelas terucap, notebook itu menggodaku untuk digunakan. Ku berlari menghampiri, dengan rasa bahagia dan lelahnya hari ini. “Kejutan yang tak akan pernah aku lupakan” sahutku pada miror itu.
            Tertuju pada jejaring sosial yang sedang marak dalam perubahan jaman ini. Masuk dan bermain. Dan tentunya yang sering kalian ketahui, bernama Facebook. Pertemanan yang cukup banyak membuat pemberitahuan sangat amat banyak memasuki dinding halamanku. Dalam salah satu pesan yang diberikan, kulihat namanya. Dia bernama Fajar. Fajar Saputra. ‘Aku mengetahuinya’ gumamku.
            Entah dengan alasan apa keseriusanku untuk mengetahui seluk beluk Fajar. Aku mulai membuka akun facebooknya, memerhatikannya di sekolah dan terlihat jelas ketika sebuah pesan singkat datang menghampiriku yang benar saja pesan singkat itu bertuliskan pengirim dengan nama Fajar.
            Tak disangka, pembicaraan mengenai Fajar terlalu mudah untuk diperbincangkan. Menjadi topik terhangat dan menjadi gurauan para remaja. Fajar dikenal sebagai lelaki yang mudah dekat dengan wanita. Teman-temanku saja ketika mengetahui aku dekat dengan Fajar, tak suka setengah mati. Mereka terus membujukku untuk tidak dekat dengan Fajar karena menurut mereka Fajar tak baik untukku.
            “hey Na, serius lo mau pacaran sama Wisnu?” tanya salah satu sahabatku yang bernama Maudi.
            “Gue.....” jawabku tegas.
            “Lo gak pernah mikir konsekuensinya ya Na?” saran temanku yang sedari tadi acuh tak acuh dalam pembicaraan ini.
            “Harus nunjukin apa lagi kekalian buat ngebuktiin kalau gua bener-bener serius!”
            Saran-saran, komentar dan cemoohan ku dapatkan. Selalu mengusap dada, membiarkan hati ini menyadari kesungguhanku. Selagi janur kuning belum melengkung kita masih bebas untuk memilih siapapun untuk menjadi pasanagan hidup kita, itulah saran yang kudapatkan melalui bait lagu yang terdengar manis.
            Siang itu, ketika cahaya tertutup oleh pancaran yang tak bisa dibiaskan. Sepertinya akan ada pertemuan yang tak biasa. Fajar mengirim sebuah pesan singkat yang berisi bahwa dia akan mengajaknya untuk pulang bersama. Sungguh, kata tak terucap. Bisu untuk berucap. Hanya kegundahan mengusik isi hati. Getaran yang semakin kencang, layaknya angin topan mendera bumi berputar.
            Perjalanan dari sekolah menuju rumahku terasa sekejap. Hingga ku menyalahkan waktu yang berlalu begitu cepat. Sebenarnya ketika perjalanan berlangsung dan dalam diam itu, dia dapat memecahkan kesunyian. Hingga kebahagiaan terucap pada bulan Maret 2012 itu. Sesampainya di halaman rumahku, rasanya tak ingin kujatuhkan tubuhku pada ubin ini.
            “Boleh aku berbicara sebentar Nana?”
            “Apapun silahkan” jawabku terbata-bata dalam melafalkan bacaannya.
            “Maukah kamu menjadi salah satu bagian dari hidupku? Yang akan berpasangan dengan tulang rusuk ini? Yang akan selalu berbagi canda dan tawa, kesedihan dan perjuangan hidup?”
            Sepertinya sebelum aku berucap kata ‘Ya’ atau ‘Tidak’, hati ini sudah dengan cepat membalasnya. Ternyata degup jantung ini tak bisa dihindari, semakin hari semakin kuat. Rasanya ingin berteriak sekeras yang aku bisa untuk mengungkapkan rasa bahagia. Dan tanpa ragu pun aku menjawabnya “Ya, aku mau”.
            Waktu terus bergulir. Hingga sang fajar kembali bersama embun pagi. Disambut burung-burung yang bersiul indah dan cahaya matahari yang semakin terpancar. Kembali kepada cerita cinta, saat itulah cerita baru dimulai dengan melalui kebahagiaan. Terjalin terlihat manis. Terjalin terlihat indah. Terjalin dalam dekapan naungan-Mu, dan semakin ku meyakini bahwa aku akan membuktikan pada sahabatku semuanya bahwa Fajar tak seperti yang mereka bayangkan.
            Delapan bulan pun berlalu. Dalam delapan bulan ini, Fajar menghantarkanku pada jalan yang berliku. Melewati berbagai polemik kehidupan, menciptakan sebuah tangis dan tawa, dan memberikan ketulusan, keikhlasan dan juga kebahagiaan.
Hari silih berganti. Siang berganti malam. Dan dalam sebuah percakapan yang terjalin biasa, sahabat-sahabatku mulai menyadari adanya kebahagiaan yang nyata. Setelah dipikir ulang, untuk apa selalu bermusuhan. Melalui pertemanan pun berbagai cerita akan terus kujalani.
Aku sengaja tak membalas pesan singkat Fajar. Dengan alasan yang sesungguhnya adalah saldo yang tidak mencukupi untuk mengirimkan sebuah pesan lagi. Namun aku tergoda pada sebuah jaringan sesosial yang mematung dan memintaku untuk memainkannya. Dibukanya handphone mamah –ku itu, lalu ku memainkannya.
Dalam suatu hari yang tergambar pada siang hari, dalam suatu tempat yang terhalang oleh waktu dan dalam sebuah pesan singkat yang terucap kata menyakitkan, Break.
“Maaf Nana, untuk saat ini aku ingin break dahulu” ajak Fajar sesuka hatinya.
“kenapa harus seperti ini?” tanyaku penuh emosi.
“Yang terpenting kita belum putus kan?” dengan nada santainya.
Sudah dapat diartikan walau tak harus mengucapkan dengan beribu macam alasan. Dia tak menyayangiku kembali, dia tak menyadari adanya diriku dan dia berpaling karena ada wanita lain. Ya, wanita lain. Dia bernama Fazidya yang dikata teman sekelasnya itu.
Rumor yang beredar saat Fajar berpacaran dengan yang lain. Maka dari itu, tegaslah dalam berprilaku sebelum semuanya berakhir dengan sia-sia.
Sudah memakan waktu tiga minggu untuk menghabiskan waktu diamku dan diam Fajar. Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya kepadanya. Walau dalam pembicaraan itu terdapat candaan yang seharusnya tak dilakukan olehku dan juga olehnya.

Indah selama delapan bulan berlalu dengan tangis dan tawa. Dalam delapan bulan itu, aku menggantungkan harapku pada lelaki itu. Dalam delapan bulan itu, aku membiarkannya untuk menguasai isi hatiku. Dan berakhir dalam delapan bulan ini. Namun Fajar berkata padaku, kita masih berteman dan itu tak akan pernah berakhir J



Hallo! Ini #CERPEN1 berjudul "Belenggu".
Nemu cerpen di folder lama dan dibuat pada tahun 2012. Semoga bermanfaat dan terus berkarya!

You May Also Like

0 Comments